NAMA: Andi Pratama
KELAS: 1EA09
NPM: 11214055
PENGARUH KEBUDAYAAN JEPANG
TERHADAP KEBUDAYAAN INDONESIA DIKALANGAN
MASYARAKAT INDONEISA
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Indonesia adalah bangsa yang majemuk, terkenal
dengan keanekaragaman dan keunikannya. Kebudayaan yang dimiliki oleh bangsa
Indonesia merupakan kebudayaan yang majemuk dan sangat kaya ragamnya. Indonesia
sendiri terdiri dari berbagai suku bangsa, yang mendiami belasan ribu pulau.
Masing-masing suku bangsa memiliki keanekaragaman budaya tersendiri. Di setiap
budaya tersebut terdapat nilai-nilai sosial dan seni yang tinggi. Pada kondisi
saat ini kebudayaan mulai ditinggalkan, bahkan sebagian masyarakat Indonesia
malu akan kebudayaannya sebagai jati diri sebuah bangsa.
Perbedaan
yang terjadi dalam kebudayaan Indonesia dikarenakan proses pertumbuhan yang
berbeda dan pengaruh dari budaya lain yang ikut bercampur di dalamnya. Dilihat
dari perkembangan zaman di era globalisasi sekarang amatlah pesat karena
penemuan-penemuan baru di segala bidang. Penemuan-penemuan baru di dunia
teknologi misalnya yang di dominasikan oleh negara-negara barat, membuat kita
takjub sehingga kita hanya dapat
menggelengkan kepala serta dapat menikmati dan memakainya sebagai bangsa
Indonesia. Oleh karena itu, untuk meningkatkan ketahanan budaya bangsa,
maka Pembangunan Nasional perlu bertitik-tolak dari upaya-upaya pengembangan
kesenian yang mampu melahirkan nilai-tambah kultural. Seni-seni lokal dan
nasional perlu tetap dilanggengkan,
karena berakar dalam budaya masyarakat. Melalui sentuhan-sentuhan nilai-nilai
dan nafas baru, akan mengundang apresiasi dan menumbuhkan sikap posesif
terhadap pembaharuan dan pengayaan karya-karya seni. Di sinilah awal dari
kesenian menjadi kekayaan budaya dan modal sosial-kultural masyarakat.
PEMBAHASAN
A.PENGARUH KEBUDAYAAN JEPANG TERHADAP INDUSTRI HIBURAN DI
INDONESIA
Teori-teori Barat tentang imperialisme
budaya juga berlaku bagi dominasi Budaya Pop Jepang di Indonesia. Para remaja
Indonesia tak sadar bahwa mereka terhegemoni oleh ideologi yang disebarkan
melalui media massa dan menganggap bahwa Budaya Pop Jepang yang mereka gemari
ini sebagai sesuatu yang memang bernilai dan berguna. Bahkan mereka memandang
sebelah mata pada Budaya Pop Indonesia, karena mereka pikir Jepang lebih bagus
dari Indonesia.
Serbuan Budaya Pop Jepang ini bukan saja
menuju pada para remaja di kota besar seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, yang
selama ini dianggap sebagai pusat penyebaran Budaya Pop Jepang, tetapi juga ke
kota-kota kecil, bahkan bisa dikatakan ke kota yang termasuk pelosok Indonesia.
Hal ini tentu saja tak terlepas dari campur tangan pemerintah Jepang. Sebut
saja Program Tokyo Beat yaitu acara
tangga lagu populer Jepang berdurasi 30 menit, yang memang diproduksi oleh
Pusat Kebudayaan Jepang.
Selain dominasi melalui media lagu yang
disiarkan oleh stasiun radio, serbuan Budaya Pop Jepang pada khalayak remaja
dan anak-anak juga datang dari media anime
yang disebarkan melalui acara televisi, dan manga yang banyak tersebar di seluruh toko buku utamanya jaringan Gramedia, dan bahkan bisa ditemui di
kios-kios koran dan majalah. Tercatat juga ada beberapa stasiun televisi yang
banyak menyiarkan acara anime dengan
durasi yang cukup lama dibandingkan program-program lokal dari Barat.
Selama hampir dua dekade ini tayangan
hiburan untuk anak dan remaja yang semula berupa tayangan impor dari Barat
(Hollywood), mulai berubah ke tayangan-tayangan dari Asia utamanya Jepang.
Tokoh superhero dan tokoh idola anak dan remaja juga mulai berpindah dari
Superman, Batman, Donal Bebek, dan Mickey Mouse, menjadi Sailormoon, Naruto,
Crayon Shinchan, Ninja Hatori, dan juga Doraemon.
Di bidang musik, idola para remaja pun
juga ikut berubah dari band dan penyanyi Barat New Kids On The Block, Britney Spears, dan Westlife menjadi band dan
penyanyi Jepang seperti L’Arc~en~Ciel,
Dir en Grey, Gazette, Moi dix Mois,
Utada Hikaru, Yui, dan Ayumi Hamasaki.
Memang dari semua tayangan asal Asia
yang paling berpengaruh adalah tayangan-tayangan dari Jepang, utamanya film
animasi yang dikenal dengan nama anime.
Belum lagi tayangan dorama, film
drama khas Jepang, baik yang ditayangkan oleh stasiun televisi maupun melalui
teknologi VCD/DVD yang juga meramaikan panggung hiburan anak dan remaja di
Indonesia. Serbuan tayangan dan hiburan asal Jepang ini juga dibarengi dengan
serbuan komik Jepang yang dikenal dengan nama Manga.
Di dalam industri buku, komik Jepang
amat mendominasi. Berdasarkan data penerbitan bulan Desember 2010, dari daftar
komik yang dicetak oleh m&c, unit
Komik dan Majalah dari Gramedia Majalah,
terdapat 475 judul komik Jepang atau sekitar 86.4% dari total komik yang
diproduksi oleh perusahaan percetakan itu. Sementara komik
Indonesia hanya 3 judul (0,5%), komik Amerika 23 judul (4,2%), komik Mandarin
14 judul (2,5%), dan komik Korea 35 judul (6,4%). Hal ini tentu saja
belum termasuk ratusan judul komik Jepang lainnya yang diproduksi oleh PT Elex Media Komputindo yang juga
memproduksi komik dan masih merupakan bagian dari kelompok Gramedia, dan merupakan saingan m&c
dalam memproduksi komik.
Anime, abreviasi dari kata “animation”,
dalam kamus bahasa Inggris dideskripsikan sebagai film animasi bergaya Jepang
atau film animasi yang diproduksi oleh Jepang itu memang populer di Indonesia.
Popularitasnya di Indonesia itu sebenarnya sudah dimulai pada awal dekade
1980-an ketika video betamax sedang menjamur. Penggemar anime yang lahir pada
dekade 1960-an dan 1970-an mungkin masih sangat ingat anime bertajuk “Voltus
Five”, “God Sigma” “Candy-Candy” dan “Ikkyu-san” yang begitu populer pada dekade
1980-an.
Namun popularitasnya di Indonesia saat
itu masih terbatas karena beredar dalam format video betamax, sedangkan pada
waktu itu tidak semua orang bisa membeli perangkat pemutar video betamax.
Pada dekade 1990-an, anime dapat
dikatakan benar-benar “booming” karena pada waktu itu stasiun televisi
Indonesia mulai memutar beberapa serial anime populer sehingga dapat disaksikan
siapapun yang memiliki televisi. Indosiar yang baru lahir pada pertengahan
1990-an juga tidak mau ketinggalan untuk menayangkan anime.Malah anime-anime
yang ditayangkan Indosiar saat itu sangat meledak di Indonesia.
Pemirsa setia
Indosiar pada dekade tersebut tentu saja masih ingat tayangan serial anime yang
sangat populer, “Sailor Moon” dan “Born to Cook”. Dibandingkan dengan
stasiun-stasiun televisi lain di Indonesia, mungkin dapat dikatakan hanya
Indosiar yang masih setia dan konsisten menayangkan anime di layar kaca hingga
kini. Sebut saja “Digimon”, “Inuyasha”, “Gundam Seed”, “Dragon Ball”,
“Detective Conan”, “GTO”, “Naruto” dan masih banyak anime yang pernah dan
sedang ditayangkan di Indosiar.
Popularitas anime pun
makin menggila setelah VCD dan DVD anime bajakan begitu mudah didapatkan di
seantero Indonesia, tidak hanya dijual di pusat-pusat perbelanjaan, bahkan
mudah didapatkan melalui internet. Para otaku, sebutan untuk penggemar anime
dan manga, di Indonesia pun memberikan andil atas populernya genre tersebut
dengan membentuk berbagai komunitas baik di dunia nyata ataupun di internet
seperti milis dan forum. Dalam artikel Michael O’Connell “A Brief History of
Anime” dalam buku Otakun 1999 Program Book, bahwa anime sebagai film animasi
telah berkembang di Jepang sejak awal abad ke-20, tetapi dalam bentuk yang
sekarang, baru dimulai pada dekade 1960-an ketika Osamu Tezuka, pembuat
komik yang juga bapak manga Jepang, tertarik pada animasi setelah terlibat
sebagai konsultan untuk film animasi buatan Toei Alakazam the Great yang
berdasarkan komiknya.
Sebelum dekade
1960-an, gaya film-film animasi Jepang masih dipengaruhi oleh animasi Barat
terutama animasi produksi Walt Disney. Menurut O’Connell, Tezuka membawa gaya
baru dalam pembuatan anime terutama pada desain karakter dan juga penggunaan
ekspresi emosi yang kaya. Desain karakter Osamu Tezuka yang menyederhanakan
karakter wajah, pembuatan mata yang besar dan penggunaan ekspresi emosi pada
karakter anime dan manga itulah membawa pengaruh dahsyat pada industri anime
Jepang setelah Perang Dunia II.
Bicara tentang anime, juga tidak bisa
dilepaskan dari manga. Di Jepang, pengertian anime sendiri tidak hanya mengacu
pada animasi, namun juga mengacu pada manga. Terlebih lagi sebagian besar anime
Jepang sering diangkat dari manga (komik Jepang), walau anime juga diangkat
dari novel, game atau cerita rakyat Jepang. Selain itu, juga ada anime populer
yang kemudian dibuatkan manga seperti serial Gundam. Manga dalam bentuk modern
telah dimulai sejak Perang Dunia dan juga memiliki akar sejarah yang sangat tua
sejak awal kesenian Jepang, namun memiliki momentum sangat berarti setelah
Osamu Tezuka menciptakan karya manga fenomenal Astro Boy pada tahun 1951. Tidak
heran jika dalam perkembangannya teknik pembuatan manga sangat terpengaruh oleh
gaya Osamu Tezuka karena juga memiliki karakteristik sama dengan anime seperti
desain karakter wajah dan mata yang bulat besar.Selain itu, teknik Tezuka dalam
membuat manga dengan pendekatan sinematografi mampu menyajikan kisah yang
menggugah emosi pembacanya dibandingkan dengan komik Barat yang cenderung datar
dari sisi emosi. Dalam proses tersebut, Tezuka telah mengajari dan
menginspirasi para artis pembuat manga bagaimana memvisualisasikan dan membuat
komposisi sebuah kisah manga yang dinamis dan selalu bergerak. Proses itu juga
terlihat dalam pembuatan anime yang berdasarkan gambar-gambar yang dibuat
tangan, walau kini dalam perkembangannya banyak menggunakan teknologi grafis
komputer. Juga tidak boleh dilupakan jasa artis wanita Machiko Hasegawa yang
menciptakan manga Sazae-san sejak tahun 1946. Kisah manga karya Machiko
Hasegawa yang memfokuskan pada kehidupan wanita inilah menginspirasikan manga
genre shojo (drama percintaan) untuk segmen pembaca gadis remaja. Tidak heran
jika genre manga shojo untuk remaja wanita hingga kini pun sangat terlihat
pengaruh gaya Machiko Hasegawa seperti desain karakter wajah baik pria maupun
wanita yang begitu lembut dan cantik, bentuk mata yang sayu dan bulu mata yang
panjang. Seperti yang telah dikatakan di atas bahwa anime dan manga kini sangat
populer di Indonesia sehingga mengalahkan komik dan animasi dari belahan dunia
barat yang sempat berjaya seperti Tintin atau Superman dan Batman. Anda bisa
melihat bagaimana banyaknya manga yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia di
toko-toko buku Indonesia seperti manga Kungfu Boy, Detecive Conan dan
sebagainya.Begitupula penggemar manga juga ingin menyaksikan adaptasi manga
dalam bentuk anime. Popularitas tersebut mau tidak mau pun membawa perubahan di
Indonesia seperti munculnya komunitas penggemar manga dan anime. Selain itu,
juga terlihat bagaimana penggemar anime dan manga di Indonesia mengekspresikan
diri dalam cosplay yaitu berdandan dengan kostum yang berdasarkan
karakter-karakter anime dan manga kesayangan mereka.
Di sisi lain populernya manga di
Indonesia itu juga membawa pengaruh pada proses pembentukan komik karya
Indonesia, karena secara tidak langsung banyak generasi komikus muda di
Indonesia baik tanpa sadar maupun sadar, terpengaruh oleh gaya aliran Jepang
(manga). Tidak heran jika bermunculan sekolah-sekolah dan kursus menggambar
gaya manga di Indonesia untuk memenuhi keinginan orang-orang yang berminat
menjadi ilustrator komik ala Jepang, baik yang dikelola secara profesional dan
mahal hingga kursus yang berbiaya murah.
B.PENGARUH
KEUDAYAAN JEPANG TERHADAP GAYA BERPAKAIAN REMAJA INDONESIA.
Dampak dari imperialisme budaya pop Jepang tidak hanya
mempengaruhi bidang industri hiburan di Indonesia seperti komik dan tayangan
kartun animasi khas Jepang seperti yang telah disebutkan diatas. Budaya pop
Jepang juga ikut mempengaruhi gaya berpakaian para remaja di Indonesia. Gaya berpakaian
khas Jepang ini disebut dengan Harajuku Style.
Harajuku sebenarnya adalah sebutan populer untuk kawasan di
sekitar Stasiun JR Harajuku, Distrik Shibuya, Tokyo.
Kawasan ini terkenal sebagai tempat anak-anak muda berkumpul.
Sekitar tahun 1980-an, Harajuku merupakan tempat berkembangnya subkultur Takenokozoku (komunitas anak muda penggemar dance group di tahun 70-, 80-an di
Tokyo). Jadi, Harajuku Style adalah
sebutan populer untuk gaya jalanan yang diadopsi dari kawasan Harajuku.
Harajuku kini sangat menarik minat anak muda dunia, termasuk
Indonesia. Gaya, pilihan warna dan motif pakaian yang dikenakan para kaum muda
di seputar Harajuku banyak ditiru oleh kalangan muda di Indonesia. Umumnya
mereka memiliki perhatian khusus pada produk budaya pop Jepang lainnya,
seperti: anime, cosplay, komik, makanan, film, majalah, dan juga musik serta bahasa
Jepang. Para kaum muda ini hadir membawa produk persilangan budaya baru yang
merupakan perpaduan dari budaya Jepang dan budaya Indonesia.
Masyarakat umumnya mengenal Harajuku adalah pakaian khas remaja
Jepang yang tidak biasa, atau, tampilan pakaian yang diluar kebiasaan. Gaya ini
dicirikan dengan gaya yang bebas, memadukan sesuatu dengan tidak lazim, merdeka
berbusana tanpa standar atau patokan yang mengekang ekspresi individu.
Pengaruh ini disebut “Supermarket
Of Style”, yang muncul tahun 1990-an. Uniknya, gaya busana
jalanan ini juga mengadopsi dari Barat.Masuknya gaya Harajuku di Indonesia
tidak terlepas dari era globalisasi yaitu masuknya budaya asing ke Indonesia.
Salah satunya adalah Jepang. Globalisasi budaya faktor utamanya adalah pesatnya
perkembangan teknologi informasi. Faktor lainnya adalah tren masyarakat kota
Indonesia sekarang, seperti “budaya sms”, blog,
kegilaan terhadap hal-hal yang berkaitan dengan gaya hidup underground, kegemaran terhadap facebook
atau sejenisnya. Dampaknya gaya Harajuku akhirnya juga mempengaruhi pasar fashion di Indonesia dengan cepat baik
dari busana, rambut, rias wajah sampai aksesoris, dan lain-lain.Gaya Harajuku
mempunyi ciri materialnya sendiri di Indonesia. Hal ini berpengaruh akibat dari
faktor agama, budaya mentalitas yaitu sikap dan mental manusia Indonesia
terhadap produk, iklim dan sebagainya. Faktor-faktor tersebut menyaring budaya
luar, sehingga gaya Harajuku mempunyai bentuk dan gaya tersendiri di
Indonesia.Gaya Harajuku menjadi gaya khas Jepang dan merupakan gaya yang sangat
individual.Gaya ini menandakan kebebasan dan penampilan modern yang menekankan
pada sensasi dan kebaruan. Pada mulanya gaya ini merupakan bentuk pemberontakan
terhadap nilai kemapanan, kemudian diadopsi menjadi tren yang meriah di sekitar
kehidupan anak muda. Anak-anak muda
terbiasa berkumpul untuk melepaskan tekanan hidup sehari-hari. Setiap akhir
minggu, mereka berkumpul dan satu sama lain berusaha berdandan secara ekstrim.
Mereka menjadi sosok yang berbeda dari kehidupan sehari-hari yang menurut
mereka cenderung membosankan.Di Indonesia, gaya Harajuku atau dandanan khas
gaya anak muda dipopulerkan oleh beberapa penyanyi, misalnya grup Ratu, Pinkan
Mambo, Agnes Monica, dan J-Rocks.Tidak hanya sebatas penyanyi saja, di Jakarta
banyak juga anak muda yang tidak segan dan tidak malu bergaya Harajuku di
pusat-pusat keramaian. Umumnya mereka memiliki perhatian khusus pada produk
budaya pop Jepang seperti anime, cosplay, komik, makanan, film, majalah,
dan juga musik serta bahasa Jepang. Banyaknya majalah impor yang masuk ke
Indonesia juga memberikan pengaruh besar. Di Indonesia, penganut gaya Harajuku
selain banyak ditemukan di jalanan ataupun pusat perbelanjaan, banyak pula
dijumpai di acara-acara hiburan tertentu di kota-kota besar.Secara ideologis,
gaya Harajuku di Jepang muncul dari semangat pemberontakan remaja terhadap
konsumerisme, pola kehidupan konvensional, dan tuntutan hidup yang relatif tidak
fleksibel dimana kepercayaan tradisional masih kuat. Sedangkan di Indonesia,
seseorang yang berbusana dengan gaya Harajuku tidak harus membawa nilai
pemberontakan terhadap suatu apapun.Fashion
Jepang amat berbeda dengan fashion Barat
yang selama ini kita kenal. Fashion dalam
Budaya Pop Jepang tidak mengenal perbedaan gender. Bahkan kadang kita tak dapat
membedakan apakah dandanan itu untuk pria atau wanita. Para tokoh penyanyi atau
artis pria Jepang berdandan layaknya seorang wanita, dan justru dandanan itu
yang populer dan digilai oleh banyak gadis remaja.
Media masaa dengan fungsi transmisinya dapat mewariskan norma dan
niali tertentu dari suatu masyarakat kepada masyarakat lain, maka melalui media
yang menyebarkan Budaya Pop Jepang, nilai-nilai dari bangsa Jepang juga bisa
masuk dan menjadi nilai yang dominan dan menjadi tuntunan perilaku khalayak
Budaya Pop Jepang. Sejumlah nilai yang dianut oleh bangsa Jepang khususnya
dalam hubungan antar manusia yaitu Amae (Loyalitas),
Giri (Balas Budi), On (Penghormatan pada orang yang lebih
tua atau tinggi kelasnya), Kao (Kebanggaan
/ Self Esteem) dan Ningen Kankei (Kerapatan / Keeratan
hubungan dalam kelompok).Nilai-nilai Jepang ini sedikit banyak terkandung dalam
Budaya Pop Jepang yang dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia, khususnya anak dan
remaja untuk jumlah yang paling dominan.
KESIMPULAN
Berdasarkan penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa
pengaruh-pengaruh kebudayaan jepang turut dalam perkembangan budaya Indonesia
khususnya terhadap kehidupan, kebudayaan dan alam fikiran di kalangan remaja
yang dapat merusak ekosistem generasi muda ke depanya.
perlunya suatu kebijakan dan upaya dari pemerintah untuk menambah
anggaran bagi sektor pendidikan dan budaya, untuk memberlakukan kewajiban
pendidikan budaya, bukan hanya teori, tetapi juga praktek, pada kurikulum
sekolah, khususnya sekolah-sekolah negeri. Sebab, selama ini proporsi
pendidikan budaya di sekolah negeri sangat kurang dibandingkan dengan
pendidikan sains. Pendidikan budaya hanya dijadikan ekstrakurikuler bukan
merupakan suatu kewajiban. Hal ini menjadikan para siswa kurang memahami budaya
local.
DAFTAR PUSTAKA
Tadashi Fukutake, Masyarakat Pedesaan di Jepang, Gramedia, Jakarta, 2008,
hal 20
Bernard. T. Adeney,
Etika Sosial Lintas Budaya, Kanisius, Yogyakarta, 2000
Dr. Muhammad Zafar
Iqbal, Kafilah Budaya, Citra, Jakarta, 2006, hal 45
Sara Ditaputri,
Battle Of Harajuku : Budaya Jepang “Menginvasi” Jakarta, Gramedia, Jakarta,
2007, hal 31
Timothy. J. Craig,
Japan Pop! Inside the World of Japanese Popular Culture, Gramedia, Jakarta,
2006, hal 30
Hersiwi Astuti,
Gambaran Isi Manga: Studi Semiotika Pada 5 Komik Serial Jepang Yang Populer di
Indonesia, Pustaka Alvabet, Bandung, 2006, hal 15
WEBSITE
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/gaul/harajuku-style-berani-berekspresi-tak-lupa-tr.html